A. Perilaku Merokok
WHO (1998) telah menerbitkan
pedoman standar untuk mengukur perilaku merokok.Pedoman ini secara umum membagi
kategori individu berdasarkan perilaku merokok menjadi dua kategori yaitu
perokok dan bukan perokok.Seorang perokok adalah orang yang pada
saat survei, merokok produk tembakau baik harian atau kadang-kadang.Perokok
harian adalah orang, yang merokok produk tembakau setidaknya sekali sehari (perokok yang tidak merokok pada hari-hari puasa agama, masih diklasifikasikan sebagai perokok harian), sedangkan perokok kadang-kasang adalah orangyang merokok, tapi tidak setiap hari.Bukan
perokok adalah orang yang pada saat survei, tidak merokok sama sekali. Bukan perokok dapat
diklasifikasikan lagi menjadi mantan perokok dan sama sekali tidak pernah
merokok.(2)
Smet (1994)
mengklasifikasikan perokok berdasarkan banyaknya rokok yang dihisap dalam 3
tipe, yaitu; (1) perokok berat, merupakan perokok yang menghisap rokok lebih dari 15 batang dalam
sehari; (2) perokok sedang, merupakan perokok yang menghisap 5-14 batang rokok
dalam sehari; (3) perokok ringan, merupakan perokok yang menghisap 1-4 batang
rokok dalam sehari.(12)
Perilaku merokok berdasarkan
tempat-tempat untuk merokok, diklasifikasikan ke dalam 3 tipe (Mu’tadin, 2002),
yaitu:
1. Merokok
di tempat-tempat umum (ruang publik)
Tipe ini terbagi lagi menjadi dua yaitu
kelompok homogen dan kelompok heterogen. Kelompok homogen (sama-sama perokok)
menikmati kebiasaannya secara bergerombol, umumnya mereka masih menghargai
orang lain, karena itu mereka menempatkan diri di smoking area. Kelompok heterogen melakukan kegiatan merokok di
tengah-tengah orang lain yang tidak merokok, anak kecil, orang jompo, orang
sakit dan lain-lain.
2. Merokok
di tempat-tempat pribadi
Tipe
ini juga diklasifikasikan menjadi dua, yaitu Kelompok yang merokok di kantor
atau kamar pribadi dan kelompok yang
merokok di toilet.
a. Kantor
atau di kamar tidur pribadi
Perokok
memilih tempat-tempat seperti ini sebagai tempat merokok digolongkan kepada
individu yang kurang menjaga kebersihan diri, penuh rasa gelisah yang mencekam.
b. Toilet
Tomkins dalam Mu’tadin
(2002) mengemukakan, ada 4 tipe perilaku merokok berdasarkan Management of affect theory, yaitu:
1. Perilaku
merokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif, (a) pleasure relaxation, perilaku merokok hanya untuk menambah atau
meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat, misalnya merokok setelah minum kopi
atau makan; (b) simulation to pick them
up, yaitu perilaku merokok hanya dilakukan perilaku merokok yang dilakukan
sekedarnya untuk menyenangkan perasaan; (c) Pleasure
of handling the cigarette adalah kenikmatan yang diperoleh dengan memegang
rokok. Sangat spesifik pada perokok pipa. Perokok pipa akan menghabiskan waktu
untuk mengisi pipa dengan tembakau sedangkan untuk menghisapnya hanya
dibutuhkan waktu beberapa menit saja. Atau perokok lebih senang berlama-lama
untuk memainkan rokoknya dengan jari-jarinya lama sebelum ia nyalakan dengan
api.
2. Perilaku merokok yang dipengaruhi
oleh perasaan negatif, misalnya bila ia marah, cemas, gelisah, rokok dianggap
sebagai penyelamat.
3. Perilaku merokok yang adiktif (psychological addiction) adalah perilaku
dengan menambahkan dosis rokok yang digunakan setiap saat setelah efek dari
rokok yang diisapnya berkurang.
4. Perilaku merokok yang sudah menjadi
kebiasaan. Mereka menggunakan rokok sama sekali bukan karena untuk
mengendalikan perasaan mereka, tetapi karena benar-benar sudah menjadi
kebiasaannya rutin atau tanpa dipikirkan dan tanpa disadari.(13)
B.
Faktor
yang Mendorong Perilaku Merokok
Epidemi
tembakau ini telah dimulai dan ditopang dengan strategi
agresif industri
tembakau (rokok), yang telah sengaja menyembunyikan risiko merokok (U.S. Department of Health
and Human Services, 2014).Berbagai
cara dilakukan oleh industri rokok untuk memasarkan produknya. Salah satunya
melalui iklan rokok yang menarik.Industri rokok sering menampilkan iklan-iklan
yang menunjukkan merokok sebagai simbol kemerdekaan berekspresi dan perlawanan
terhadap peraturan yang konservatif. Pada tahun 20-an, orang tua tidak lagi
sanggup menahan anak remajanya untuk tidak merokok (Mahommad, 2011), hal ini
juga terlihat hasil riskesdas pada tahun 2010 dimana mayoritas perokok mulai
merokok pada usia remaja. Di kalangan remaja laki-laki disebarkan padangan
bahwa “kalau tidak merokok, lebih baik
bergabung dengan banci”, dan di kalangan remaja perempuan disebarkan pandangan
bahwa “merokoklah bila ingin sejajar dengan laki-laki”. (1, 14, 15)
Penelitian
Komalasari dan Helmi (2002) menyebutkan beberapa faktor penyebab perilaku
merokok pada remaja antara lain (1) sikap permisif orang tua, merokok dianggap
sebagai hal yang wajar, (2) sosialisasi melalui teman sebaya, dan (3) yang
paling didominan dipengaruhi oleh adanya kepuasan-kepuasan setelah merokok.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa pertimbangan-pertimbangan emosional lebih
mempengaruhi dibandingkan pertimbangan-pertimbangan rasional dalam berprilaku
merokok.(16)
Hasil penelitian Lucia dkk
menunjukkan Sebesar 24.5 % perilaku merokok pada remaja dipengaruhi oleh teman
dekatnya dan oleh rendahnya minat keinginan untuk menolak merokok dari
teman-teman dekatnya.Selain itu faktor lain yang juga mempengaruhi perilaku
merokok seseorang terutama remaja adalah pendidikan kesehatan, kurangnya
informasi mengenai bahaya rokok, rendahnya kesadaran, lingkungan keluarga
karena adanya dukungan dari orang tua yang memperbolehkan seorang anak merokok,
serta umumnya terjadi pada remaja kategori ekonomi rendah yang dipengaruhi oleh
teman-teman sebayanya dan ada teman untuk bersama-sama merokok, serta karena
adanya persepsi bahwa merokok merupakan kegiatan yang menyenangkan.(17-22)
(Sumber: Najmah dkk, 2014, Modul Kawasan Tanpa Rokok, teori dan aplikasi,
Lembaga Penelitian Unsri, Indralaya, Indonesia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar